By: Indriyati
"Teng!"
"Teng!"
Bel sekolahku pun
berbunyi. Aku dan dua orang temanku, Vivi dan Jeni berlari terburu-buru menuju
ruang kelas. Kami adalah tiga sejoli yang tak pernah absen dengan kata
"telat". Namun untuk mata pelajaran ini, kami tak punya nyali untuk
melakukan kebiasaan tersebut. Sebab kami akan berhadapan dengan Mr. Syaril,
guru terkiller di sekolah ini. Sebenarnya Mr. Syaril adalah pria yang tampan
namun karena dia berkumis dan galak super abis jadi terkesan menyeramkan.
“Haah” tukas Jeni.
“Akhirnya, kita gx telat Sel,” tambah Vivi.
Aku pun mengedipkan mata
tanda aman.
“Upps” bisikku sembari
mengintip di laci meja.
Lagi-lagi aku menerima
daun kering yang bertuliskan kiasan dan kuncup mawar putih. Ini yang kedua
kalinya aku mendapatkan kejutan tiap pagi di laci meja. Minggu lalu aku sudah
mencoba mencari tahu tentang orang misterius yang memberikan daun dan bunga
itu. Tapi hasilnya nihil sampai detik ini. Dugaan sementara adalah Eza. Sebab
selama ini yang mendekatiku adalah cowok terkece di sekolahku itu. Hummm
terlebih saat aku menanyakan cowok misterius itu dengan Hengki. Awalnya sih gak
bilang apa-apa kecuali ketus dan berkata “Mungkin cowok yang dekatin kamu.”
Hengki adalah teman
sebangkuku. Dia adalah teman baik Eza sejak kecil terlebih lagi rumah keduanya
juga berdekatan. Katanya sih Eza dan Hengki sudah seperti saudara. Tapi menurut
sifat aku lebih milih Eza dibandingkan Hengki. Sebab Hengki itu super cuek. Aku
yang duduk tiap harinya saja jarang ditegurnya. Humm “patung” itu julukan yang
cocok buat cowok super cuek itu.
**
“Lelahnya” tukasku
sembari merebahkan badan di sofa kamar.
Tatapan mataku menatap langit-langit
kamar. Bulu matapun ikut merajut hingga kelopak menutup bola mataku.
“Upss” serontak aku terbangun teringat
dengan daun kering dan kuncup bunga itu. Minggu lalu daun kering itu
bertuliskan kiasan yang membuatku tersipu namun penuh misteri.
Selly,
Cinta itu sederhana,
Sesederhana daun kering ini sebagai saksi
berkatanya hati,
Cinta itu misteri,
Semisteri kuncup mawar putih ini kapan
tepatnya waktu saat bermekar. . .
“ H
”
Tanganku meraba saku tas
mengambil kedua benda yang kutemukan dilaci meja pagi tadi. Masih merasa aneh
dengan semuanya. Penuh hati-hati aku baca tulisan di daun kering itu.
Selly
Bola mataku mungkin terbatas untuk melihat
nyata tentangmu,
Namun hatiku mencoba tiada batas untuk
melihat semua hal mengenaimu . . .
“H ”
“Teka-teki yang aneh”
bisikku.
Aku merasa nyaman ketika
membaca tiap kata dari tulisan-tulisan itu. Mencium keharuman kuncup mawar
putih seperti terapi diri yang mendekatkanku dengan si pengirim. Sungguh aneh.
Sosok misteri itu memiliki cara yang sederhana namun mampu membuat hatiku
nyaman meski tak pernah tahu siapa dia. Aku merasakan bahwa kami begitu dekat
hanya tak mampu mengungkapkan rasa.
**
“Humm panasnya hari
ini,” keluh Vivi sambil meneguk orange juice di kantin sekolah.
“Asli, ne musim kemarau buat galau,” tambah Jeni.
“Umm..,” balasku sembari
menatap Hengki yang berjalan menuju taman.
Pandanganku tak pernah
berlalu menatapnya. Cowok super cuek itu mendekati Eza yang sedang duduk
bersama tiga teman lainnya. Aku masih merasa penasaran dengan cowok misterius
yang memberikan daun kering dan kuncup mawar putih 2 minggu lalu.
“Huft..” helaku.
“Kenapa Sel?” tanya
Jeni.
“Gak ada apa-apa kok,
yuk..” jawabku sembari mengajak mereka ke ruang kelas.
Tiba dikelas aku
dikejutkan lagi dengan daun kering dan kuncup mawar putih. Dengan rasa
penasaran mataku memandangi sekitar kelas berharap menemukan petunjuk. Namun
nihil. Hanya ada aku, Vivi, dan Jeni. Di luar kelas juga sepi tak ada sosok
yang patut untuk aku curigai.
Selly
Seperti daun yang tak tahu kapan waktunya
gugur. . .
Ketika masih mudakah atau ketika telah
menjadi kering . . .
Seperti kuncup bunga yang tak tahu kapan
akan bermekar . . .
Saat ini, esok atau lusa. . .
Cinta...
Misteri waktu...Keyakinan...Kesetiaan...
Misteri waktu yang tak pernah tahu kapan
merasuk . . .
Keyakinan rasa menjadi satu hati . . .
Kesetiaan membawa hati tersenyum kebahagiaan.
. . .
Jika memang rasa itu hadir bersamamu . . .
Daun kering dan kuncup mawar putih ini
akan membawamu . . .
10’11’2012
10:11:12
Indahnya mawar putih dengan hujan daun-daun
kering tersibak angin. . . .
" " H “
" " H “
Aku mencoba
menelaah kata demi kata. Terdiam sembari menatap keluar jendela kamar.
Mencari-cari teka-teki dibalik daun kering dan kuncup mawar putih. Aku sangat
yakin bahwa kami begitu dekat. Keyakinanku untuk bertemu dengannya pun semakin
kuat. Sosok misterius yang memberikanku kenyamanan meski hanya lewat
tulisan-tulisan sederhana.
“Ogh...aku
mengerti,” tukasnya sembari tersenyum puas seakan menemukan petunjuk.
**
Hari ini aku bangun cukup pagi. Bukan takut karena
telat mengikuti pelajaran Mr. Syaril melainkan bergegas menuju taman kota yang
tak jauh dari rumahku. Tepatnya hari ini adalah hari liburku. Bukan hanya itu,
hari ini akan mengantarkan aku pada pengirim daun kering dan kuncup mawar putih
itu.
Setibanya disana aku langsung menuju taman bunga
mawar. Tepat dihadapanku bunga mawar putih yang begitu indah. Kuncupnya telah
bermekaran. Harumnya membuat siapapun yang melauinya nyaman. Namun mataku
berkeliaran mencari petunjuk daun kering dan kuncup mawar putih itu. Aku
melihat jam yang menghiasi tanganku. Dan jam menunjukkan tepat pukul 10:11:12.
Ketika membalikkan badan seraya itu aku terkejut.
“Hengki,”
tukasku dengan terkejut.
Diseberang jalan berdiri sosok yang tak asing. Dengan
membawa seikat kuncup mawar putih ia tersenyum padaku. Bibirku tak mampu
berkata lain. Bermacam rasa yang berkecamuk dalam dada.
“Apakah dia,” bisikku penuh tanya.
Mataku menatap Hengki yang berjalan kearahku. Namun. .
. .
“Brugh...”
Tersontak aku berlari. Mataku tak dapat menahan
airmata dan biibirku tak mampu berkata. Sosok lelaki misterius yang adalah
teman sebangkuku sendiri terhempas di jalanan. Mawar putih berhamburan
bercampur darah. Anginpun menyibak daun kering-kering hingga berjatuhan.
Beberapa helai membelai tubuh yang berlumur darah itu.
Aku mencoba
mengangkat kepalanya untuk berkata dan mempertanyakan tentang semua rasa.
Sungguh iba melihatnya tertatih berkata.
“Hengki,” rintihku.
“Aku mengagumimu...mencintaimu sampai saat ini,”
tukasnya dengan tertatih.
Dan seketika
itu ia terdiam. Tubuhnya begitu dingin dan bibirnya membiru. Disakunya terdapat
sehelai daun kering yang bertuliskan kiasan penuh arti.
Aku mengagumimu seperti keindahan mawar putih.
Aku mencintaimu Selly.
“Hengki”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar