Sabtu, 08 Desember 2012

Airmata Lingkaran Kegelapan


By: Indriyati



“Hmmm,” ucapku lirih ketika melihat sepasang kekasih bertengkar di sudut ruang kampus. Ada banyak fenomena yang tak wajar dialami individu yang semestinya berjalan sedemikian indah beralih menjadi sedemikian buruk. Seperti halnya aku. Berawal dari senyuman hingga tak lagi ada senyuman nyata dari bibirku. Aku hanya mampu bertutur di dalam hati tanpa menujukkan isyarat nyata kepada setiap lawan bicaraku. Aku lelah namun tak mampu berbaring. Batinku tak pernah hilang akan memories cinta yang terlarang.

“Pertemuan singkat, Dan berjalan sangat cepat..............”

Suara Viera dari ponselku tanda nada sms menyadarkan keberadaanku kembali.

“Wiki?” kataku kaget membaca pesan darinya.


Vivi ...
Ku ingin selalu bersamamu,
Aku yakin kau adalah kekasihku,
Ku harap nanti malam darimu ada waktu,
Ku jemput tepat pukuL 19.30,
I hope you’ll answer “Ok’’ . . .


Aku pun tertegun sembari menaikkkan salah satu alis mataku. Namun aku tak berpikir panjang untuk sekedar menjawab pesan dari sahabatku itu. Satu kata berisi “ Ok,..” kukirim untuknya. Terkesan dingin. Aku memang terbilang acuh tiap kali laki-laki medekatiku yang tak sekedar ingin menjadi teman biasa. “Jenuh” itu yang tepat untuk berbagai pemanis lidah yang hanya seharga koin empeng kepada wanita pujaannya. Mungkin kalimat itu terlalu kasar. Namun itulah aku. Memiliki pandangan minus terhadap lelaki yang menginginkan status “pacar” bersamaku. Sejak masa laluku bersama Fino, laki-laki brengsek teman masa kecilku. Dia sempat menjalin hubungan hingga akhirnya kini berstatus “mantan”. Bukan kata-kata putus yang memaksaku menyebut dia brengsek, tapi hubungan kami yang tak wajar membuatku ibarat sampah berlumur air selokan. Menjijikkan!
Namun tidak untuk Wiki. Dia sahabatku, menghargaiku, dan mengerti aku selama ini. Dia yang meyakinkanku akan adanya kenyamanan. Dan aku serontak melawan kerasnya hati tuk menerimanya sebagai kekasih. Aku yakin dia dapat merubah masa lalu yang gelap menuju terang.


**
Tepat pukul 19.30, Wiki dengan Vixion merahnya terparkir dihalaman rumahku. Malam ini dia terlihat seperti biasa, selalu cool. Dia terlihat tampan dengan mengenakan kemeja biru dilengkapi T-Shirt putih didalamnya, membuat kulit wajahnya semakin fresh. Jeans yang dikenakan sepadan dengan trend terkini. Untuk style, dia memang terkenal selalu tepat. Terlebih lagi aku suka jenis dan style rambutnya yang menyerupai artis korea. Wajar jika penampilannya menarik perhatian wanita yang memandang. Takkan menolak jika diajak mutar-mutar ibukota sekalipun angin malam menyibak, bercampur debu dan asap kenalpot.

“Yuks,” ajak Wiki sambil mengerlingkan mata dan tersenyum sembari menoleh kebelakang motornya mengisyaratkan agar aku segera naik.

“Yoha,” balasku.

Menikmati angin malam memang kesukaanku. Cahaya lampu-lampu malam penerang gelap menjadi bintang-bintang kecil penghias kota. Wiki selalu mengajakku menikmati malam tiapkali kami berdua merasa jenuh. Mengelilingi jalanan bak polisi berpatroli sepanjang malam.

“Upsss..” kagetku. Aku terkejut saat Wiki mengerem dan menoleh tersenyum kepadaku.

“Hmmmm...turun yukz,” ajaknya.

Akupun turun berjalan dibelakang Wiki yang menggandeng tanganku. Terasa hangat dan nyaman. Bola mataku berkeliaran mengamati rumah bertingkat bercat coklat keemasan. Rumah bergaya Eropa namun tetap asri dengan tanaman hijau dan bonsai di halaman. Seakan tenggelam dalam rumah nyaman ini. Tak kusadari aku telah disuguhkan minuman oleh Wiki sembari tersenyum manis.

“Tunggu disini sebentar,” bisiknya ditelingaku.

Tubuhku terasa cukup lelah. Ku rebahkan badanku di sova sembari memandangi kemerlap kristal-kristal lampu gantung di langit-langit rumah. Sungguh indah. Kristal-kristal lampu hias mulai kabur dari pandanganku. Kepalaku sedikit terasa berbeda. Pusing dan merasa semakin lelah hingga aku pun terlelap.

“Vivi, i love you,”

Terdengar suara lembut berbisik saatku terlelap. Kubuka mata perlahan namun sedikit kabur. Ada belaian halus merapikan rambut yang menutup wajahku. Aku mengenali tangan itu. Mengusap-usap kening, pipi, dan bibirku seakan mengamati tiap raut wajahku. Sungguh nyaman hingga akupun tak sadar terlelap bersama tubuh yang nyaman itu.

“Gilaaaa!!!” teriakku mengejutkan Wiki yang memelukku.

Dengan kasar kuhempaskan pelukkannya sembari merapikan diri dan bergegas pergi tanpa kata selain air mata. Wiki hanya diam bak putaran bumi terhenti menatapku penuh penyesalan. Aku tak menghiraukan dia yang berlagak berdosa itu. Diotakku seakan merefleksikan kesalahanku dimasa lalu. Kenyataan yang terjadi serontak flashback diotakku. Menjalin hubungan yang penuh ketakutan akan kegelapan. Sungguh menjijikkan arti diriku. Tak pernah ada harganya untuk mencintai hingga dua lelaki memperlakukanku sama bak pelacur. Brengsek. Mereka memiliki kekaburan akan kejujuran, keyakinan, kemunafikan dan penghinaan. Sejujurnya itu adalah kesalahanku membiarkan kesempatan untuk sebuah kehinaan. Aku lalai telah mengulang kesalahan yang sama. Airmata ini tak lagi sekedar menitik. Sayatan luka kini bertambah pedih. Hati ini telah benar-benar mati.

“Uhmm,” suaraku lirih ketika tampak cahaya sangat terang mendadak cepat mendekatiku dengan klakson berulang-ulang hingga menyadarkanku. Dan....

“Bruuughhh!!!!”

Sebuah mobil box menghempaskan tubuhku yang tak berdaya hingga terlempar dari jalanan. Seperti binatang jalanan terlindas tak berdaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar