By: Indriyati
“Hmmm,” ucapku lirih ketika melihat sepasang kekasih
bertengkar di sudut ruang kampus. Ada banyak fenomena yang tak wajar dialami individu yang semestinya
berjalan sedemikian indah
beralih menjadi sedemikian buruk. Seperti halnya aku. Berawal dari senyuman hingga tak lagi ada
senyuman nyata dari bibirku.
Aku hanya mampu
bertutur di dalam hati tanpa menujukkan isyarat nyata kepada setiap lawan
bicaraku.
Aku lelah namun
tak mampu berbaring.
Batinku tak pernah hilang akan memories
cinta yang
terlarang.
“Pertemuan singkat, Dan
berjalan sangat cepat..............”
Suara
Viera dari ponselku tanda nada sms
menyadarkan keberadaanku kembali.
“Wiki?”
kataku kaget membaca pesan darinya.
Vivi ...
Ku ingin selalu
bersamamu,
Aku yakin kau adalah
kekasihku,
Ku harap nanti malam darimu
ada waktu,
Ku jemput tepat pukuL
19.30,
I hope you’ll answer
“Ok’’ . . .
Aku pun tertegun
sembari menaikkkan salah satu alis mataku. Namun aku tak berpikir panjang untuk
sekedar menjawab pesan dari sahabatku itu. Satu kata berisi “ Ok,..” kukirim untuknya. Terkesan
dingin. Aku memang terbilang acuh tiap kali laki-laki medekatiku yang tak
sekedar ingin menjadi teman biasa. “Jenuh” itu yang tepat untuk berbagai
pemanis lidah yang hanya seharga koin empeng
kepada wanita pujaannya. Mungkin kalimat itu terlalu kasar. Namun itulah aku.
Memiliki pandangan minus terhadap lelaki
yang menginginkan status “pacar” bersamaku. Sejak masa laluku bersama Fino, laki-laki
brengsek teman masa kecilku. Dia sempat menjalin hubungan hingga akhirnya kini berstatus
“mantan”. Bukan kata-kata putus yang memaksaku menyebut dia brengsek, tapi
hubungan kami yang tak wajar membuatku ibarat sampah berlumur air selokan.
Menjijikkan!
Namun
tidak untuk Wiki. Dia sahabatku, menghargaiku, dan mengerti aku selama ini. Dia
yang meyakinkanku akan adanya kenyamanan. Dan aku serontak melawan kerasnya
hati tuk menerimanya sebagai kekasih. Aku yakin dia dapat merubah masa lalu
yang gelap menuju terang.
**
Tepat
pukul 19.30, Wiki dengan Vixion merahnya terparkir dihalaman rumahku. Malam ini
dia terlihat seperti biasa, selalu cool. Dia
terlihat tampan dengan mengenakan kemeja biru dilengkapi T-Shirt putih didalamnya, membuat kulit wajahnya semakin fresh. Jeans yang dikenakan sepadan dengan trend terkini. Untuk style,
dia memang terkenal selalu tepat. Terlebih lagi aku suka jenis dan style rambutnya yang menyerupai artis
korea. Wajar jika penampilannya menarik perhatian wanita yang memandang. Takkan
menolak jika diajak mutar-mutar ibukota sekalipun angin malam menyibak,
bercampur debu dan asap kenalpot.
“Yuks,”
ajak Wiki sambil mengerlingkan mata dan tersenyum sembari menoleh kebelakang
motornya mengisyaratkan agar aku segera naik.
“Yoha,”
balasku.
Menikmati
angin malam memang kesukaanku. Cahaya lampu-lampu malam penerang gelap menjadi
bintang-bintang kecil penghias kota. Wiki selalu mengajakku menikmati malam
tiapkali kami berdua merasa jenuh. Mengelilingi jalanan bak polisi berpatroli
sepanjang malam.
“Upsss..”
kagetku. Aku terkejut saat Wiki mengerem dan menoleh tersenyum kepadaku.
“Hmmmm...turun
yukz,” ajaknya.
Akupun
turun berjalan dibelakang Wiki yang menggandeng tanganku. Terasa hangat dan
nyaman. Bola mataku berkeliaran mengamati rumah bertingkat bercat coklat
keemasan. Rumah bergaya Eropa namun tetap asri dengan tanaman hijau dan bonsai di halaman. Seakan
tenggelam dalam rumah nyaman ini. Tak kusadari aku telah disuguhkan minuman
oleh Wiki sembari tersenyum manis.
“Tunggu
disini sebentar,” bisiknya ditelingaku.
Tubuhku
terasa cukup lelah. Ku rebahkan badanku di sova
sembari memandangi kemerlap kristal-kristal lampu gantung di langit-langit
rumah. Sungguh indah. Kristal-kristal lampu hias mulai kabur dari pandanganku.
Kepalaku sedikit terasa berbeda. Pusing dan merasa semakin lelah hingga aku pun
terlelap.
“Vivi,
i love you,”
Terdengar
suara lembut berbisik saatku terlelap. Kubuka mata perlahan namun sedikit
kabur. Ada belaian halus merapikan rambut yang menutup wajahku. Aku mengenali
tangan itu. Mengusap-usap kening, pipi, dan bibirku seakan mengamati tiap raut
wajahku. Sungguh nyaman hingga akupun tak sadar terlelap bersama tubuh yang
nyaman itu.
“Gilaaaa!!!”
teriakku mengejutkan Wiki yang memelukku.
Dengan
kasar kuhempaskan pelukkannya sembari merapikan diri dan bergegas pergi tanpa
kata selain air mata. Wiki hanya diam bak putaran bumi terhenti menatapku penuh
penyesalan. Aku tak menghiraukan dia yang berlagak berdosa itu. Diotakku seakan
merefleksikan kesalahanku dimasa lalu. Kenyataan yang terjadi serontak flashback diotakku. Menjalin hubungan
yang penuh ketakutan akan kegelapan. Sungguh menjijikkan arti diriku. Tak
pernah ada harganya untuk mencintai hingga dua lelaki memperlakukanku sama bak
pelacur. Brengsek. Mereka memiliki kekaburan akan kejujuran, keyakinan,
kemunafikan dan penghinaan. Sejujurnya itu adalah kesalahanku membiarkan
kesempatan untuk sebuah kehinaan. Aku lalai telah mengulang kesalahan yang
sama. Airmata ini tak lagi sekedar menitik. Sayatan luka kini bertambah pedih. Hati
ini telah benar-benar mati.
“Uhmm,”
suaraku lirih ketika tampak cahaya sangat terang mendadak cepat mendekatiku
dengan klakson berulang-ulang hingga menyadarkanku. Dan....
“Bruuughhh!!!!”
Sebuah
mobil box menghempaskan tubuhku yang
tak berdaya hingga terlempar dari jalanan. Seperti binatang jalanan terlindas
tak berdaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar